Ticker

6/recent/ticker-posts

Rindu Yang Tak Berujung

          Terlihat seorang ibu muda sedang sibuk memilih baju di kamarnya. Sebuah tas kecil dan sepasang sepatu berwarna abu-abu  tampak sudah disiapkan, tergeletak di atas sofa.

        Terdengar langkah kecil dari luar kamar sambil berteriak, “Ibu, ini Nenek telpon Bu!" Gadis kecil bernama Nadia berlarian sambil membawa HP. “Angkat saja Nak, Ibu sedang beres-beres!” sahut Ibu Nadia dari dalam kamar tanpa beranjak keluar.

"Assalamualaikum Nek, Nenek apa kabar?” tanya Nadia  menerima telpon dari Neneknya.

“Huk huk huk. Waalaikum salam. Nenek  baik-baik saja cucuku” jawab Nenek dengan suara terbata dan  terbatuk.

“Nenek sakit ya?” tanya Nadia lagi ketika mendengar neneknya terbatuk-batuk.

“Tidak cucuku, Nenek tidak apa-apa, hanya sedikit batuk. Kamu apa kabar  Nadia?” tanya Nenek kembali.

“Nadia baik-baik saja Nek, Nadia kangen sama Nenek,” jawab Nadia lembut.

“Syukurlah kalau begitu, Nenek juga kangen. Kapan kalian ke rumah Nenek? Dan mana Ibumu, Nadia? Nenek mau bicara! ”

“Iya Nek, sebentar Ibu  di kamar lagi beres-beres, katanya mau pergi reuni  bersama Ayah, Nek.” Nadia menjawab dengan nada kecewa.

Tak lama kemudian tampak Ibu Nadia keluar dari dalam kamarnya sambil menjinjing tas kecil dan sudah berdandan rapi. Ibu Nadia mendekati Nadia yang sedang menerima telpon dari neneknya.

“Ini Bu, Nenek mau bicara!” kata Nadia sambil memberikan HP ke Ibunya.

“Assalamualaikum Ibu, ada apa Bu, Ibu baik-baik saja kan?” tanya Ibu Nadia kepada Nenek.

“Kapan kalian kesini, Ibu kangen Nak?” tanya Nenek dengan suara parau.

"Iya Bu, kapan-kapan ya Bu, ini Rani masih banyak kegiatan. Minggu depan ada acara undangan hajatan di rumah teman. Hari ini ada acara reuni Mas Ardi," jawab Rani menjelaskan berbagai alasan tanpa menghiraukan perasaan Ibunya.

“Maafkan Rani ya Bu, Rani belum sempat menengok Ibu, dan Mas Ardi masih sibuk mengurus  tokonya, sekarang sedang banyak pesanan Bu,” jelas Rani yang tak henti-hentinya memberi alasan.

            “Sudah siap belum, Bu? Keburu siang nih,” tanya Ayah Nadia  yang sudah menyalakan mobilnya di halaman rumahnya.

“Iya sebentar Yah, ini lagi telpon Nenek,” sahut Ibu Nadia  dari dalam rumah.

“Bu sudah dulu ya Bu, nanti Rani telpon lagi itu Mas Ardi sudah siap berangkat,” kata Ibu Nadia sambil bersiap-siap keluar rumah.

“Iya sudah anakku, hati-hati di jalan jangan lupa berdoa semoga selamat sampai tujuan.” Nenek menjawab dengan nada  sedikit kecewa.

“Iya Bu, terima kasih doanya ya Bu, wassalamualaikum.” Ibu Nadia menutup pembicaraannya sambil bergegas keluar.

“Nadia, Ibu pergi dulu ya Nak, hati-hati di rumah bersama Kakak dan Bibi ya!” kata Ibu Nadia dengan suara agak keras karena Nadia sedang asyik bersama kakaknya di kamar.

“ Iya Bu,” sahut Nadia kembali tanpa menghiraukan kepergian kedua orang tuanya. Karena mereka sudah terbiasa ditinggal dengan urusan bisnis. Kedua anaknya ditemani seorang pembantu. Untuk urusan anak-anak semua diserahkan pembantu, termasuk tugas sekolah dipanggilkan  guru les.

            Hari berganti hari. Minggu berganti minggu, sampai akhirnya bulan pun berganti.  Mereka sibuk dengan bisnisnya. Tak menghiraukan lagi dengan janjinya untuk mengunjungi sang Nenek.  Di suatu sore Ayah dan Ibu Nadia sedang bersantai menonton televisi sambil ditemani anak-anak mereka.

“Yah, lihat itu berita di tivi banyak orang sudah terkena corona!” celetuk Nadia ketika melihat siaran televisi tentang wabah corona yang sudah mulai merebah kemana-mana. “Yah, itu lihat!” kata Nadia kembali yang tampaknya belum  di dengar kedua orang tuanya karena sedang sibuk dengan ponselnya masing-masing.

“Benar Nadia, itu di kota-kota besar,” jawab Ayahnya dengan santainya.

“Virus corona sangat berbahaya Yah, kata berita di televisi  virusnya gampang menular,” kata Nadia dengan cemas.

“Jangan khawatir Dik, kata Bu Guru kita harus selalu hidup bersih, sering cuci tangan, olahraga dan makan makanan yang bergizi, supaya terhindar dari virus corona.” Kakak Nadia ikut menjelaskan dan berusaha menenangkan adiknya.

“Benar kata Kakakmu Nadia, dan yang gampang tertular virus corona biasanya orang tua atau orang yang sudah sakit. Maka dari itu kalian  harus makan secara teratur supaya sehat tidak gampang tertular penyakit," ucap ayahnya menasehati mereka.

“Dan kamu Kak, kalau habis bermain harus rajin cuci tangan dan cuci kaki dengan sabun,” kata Ibunya menyambung pembicaran mereka.

“O iya aku jadi kepikiran Nenek deh Bu, kapan kita ke rumah nenek?” tanya Nadia.

“O iya ya, Ibu jadi lupa, kan Ibu juga sudah janji mau kesana,” jawab Ibu Nadia.

“Minggu depan kita ke rumah Nenek ya Yah, mumpung toko lagi agak sepi,” ajak Ibu Nadia.

Semenjak wabah corona mulai merebah di kota-kota besar, toko-toko mulai agak sepi.

“Boleh sekalian kita jalan-jalan, kan hampir dua bulan kita tidak ke rumah Nenek,” jawab Ayahnya.

“Horeee…kita akan ke rumah Nenek!" Nadia jingkrak-jingkrak kegirangan.

“Nah sekarang kalian tidur, hari sudah malam. Besok kalian  sekolah jangan sampai  kesiangan bangunnya!” perintah Ibu Nadia kepada anak-anaknya.

“Baik Bu," jawab mereka serempak. Mereka berdua beranjak dari duduknya dan bergegas menuju ke dalam kamar masing-masing.

“Jangan lupa, sebelum tidur kalian gosok gigi, cuci tangan dan kaki yang bersih!” kata Ibu Nadia.

“Baik Bu,” jawab keduanya serempak.

            Ayah dan Ibu Nadia masih duduk-duduk bersantai di serambi depan sambil menikmati kopi. Sesekali sambil menonton televisi dengan ponsel  yang tak terlepas juga dari tangannya.

“Astagfirullah, corona sudah merebah ke berbagai daerah Yah, beberapa rumah sakit sudah banyak pasien yang diduga terjangkit corona!” kata Ibu Nadia terkejut saat melihat berita di televisi. Beberapa dokter dan perawat banyak yang tertular virus ini karena kekurangan alat pelindung diri. Kasihan sekali mereka, Yah,” kata Ibu Nadia kembali menjelaskan berita di televisi.

“Iya ini saya dapat WA juga dari grup sekolah anak kita, mulai besok anak-anak belajar di rumah untuk menghindari meluasnya virus corona,” kata Ayah Nadia setelah membaca WA dari grup sekolah anaknya.

“Terus bagaimana cara belajarnya, Yah?” tanya  Ibu Nadia kembali

“Kata Kepala Sekolah, nanti akan ada tugas dari guru kelas masing-masing,” jelas Ayah Nadia.

“Kita  dihimbau untuk bekerja dari rumah, tidak boleh keluar rumah kecuali dengan hal yang sangat penting,” jelas Ayah Nadia kembali.

“Kalau begitu mulai besok kita bagi tugas ya Yah!” ajak Ibu Nadia.

“Bagi tugas bagaimana?” Ayah Nadia balik bertanya.

“Ayah  melayani toko melalui online saja, nanti kalau ada yang pesan kita suruh Pak Maman mengantar barangnya, aku yang membimbing anak-anak belajar di rumah” jelas Ibu Nadia.

“Ide yang cemerlang itu!” tukas Ayah Nadia memuji.

”Iya Yah, ini kesempatan yang baik untuk kita bisa lebih dekat dengan anak-anak kita. Sekaligus kita bisa memantau perkembangan pendidikan buah hati kita. Selama ini kita terlalu sibuk dengan urusan bisnis." Ibu Nadia berkata dengan penuh semangat.

“Jadi mulai sekarang Ibu tidak usah mengurus toko dulu, tolong anak-anak dipantau belajarnya, sementara Bibi biar istirahat di rumah!” kata Ayah.

“Iya Yah, aku juga merasa bersalah selama ini kita sering mengabaikan anak-anak kita,” jawab Ibu Nadia dengan rasa menyesal.

“Kenapa kamu tampak sedih dan gelisah Bu?” tanya Ayah Nadia yang melihat istrinya tampak gelisah.

“E… nggak Yah, aku  jadi kepikiran Nenek. Kita  kan sudah janji dengan anak-anak untuk menengok Nenek. Lalu bagaimana ini Yah, tiba-tiba perasaanku tidak enak, Yah” jelas Ibu Nadia sambil mondar-mandir beranjak dari duduknya.

“Aku cemas Yah, aku merasa bersalah sudah lama tidak menengoknya,” ucap Ibu Nadia sedih.

“Ya sudah besok kita telpon Nenek, ini kan sudah malam sebaiknya Ibu istirahat dulu.” Ayah Nadia berusaha menenangkan istrinya.

            Srek srek srek …terdengar langkah-langkah kecil dari dalam kamar berlarian menuju pembicaraan Ayah dan Ibu Nadia.

“E…kalian belum tidur?” tanya Ibu Nadia melihat anak-anak datang berlarian memeluk ibunya.

“Belum Bu, tadi kami mendengar percakapan Ibu dengan Ayah sepertinya serius sekali, ada apa Yah?” tanya Kakak Nadia kepada Ayahnya.

“Ibu…ada apa Bu, kok Ibu tampak sedih?” Nadia kembali bertanya melihat Ibunya tampak sedih.

“Iya Yah, ada apa dengan Ibu Yah?” timpal Kakak Nadia ikut bertanya lagi.

“Tidak apa-apa Nak, ini tadi Ayah dapat kabar mulai besok anak-anak belajar di rumah sampai kira-kira kondisi sudah aman. Kita semua dianjurkan untuk melakukan kegiatan di rumah saja, sementara untuk kegiatan di luar rumah ditunda, termasuk rencana kita untuk berkunjung ke rumah Nenek. Kecuali hal-hal yang sangat penting atau kebutuhan yang mendadak,” jelas Ayah Nadia

“Memangnya ada apa, Yah?” tanya Nadia kembali.

“Pemerintah sedang melakukan tanggap darurat. Virus corona sudah mewabah kemana-mana, supaya kita tidak tertular kita tidak boleh melakukan kegiatan di luar rumah, termasuk kegiatan di sekolah semua anak-anak belajar di rumah. Tapi bukan libur ya…nanti akan ada tugas dari guru kelas kalian masing-masing,” jelas Ayah Nadia kembali.

“Iya anakku, nanti Ibu yang akan membantu kalian belajar,” kata Ibu Nadia menghilangkan kesedihannya.

“Asyik…mulai besok kita akan belajar sama Ibu!” teriak Nadia kegirangan.

“Tapi kenapa Ibu sedih?” tanya Nadia kembali.

“Ibu hanya kangen sama Nenek, kita kan sudah janji mau ke rumah Nenek, sementara kita tidak boleh bepergian dulu demi keselamatan kita semua agar terhindar dari virus yang sangat berbahaya” jawab Ibu Nadia sambil terbata-bata tak kuasa menahan kesedihannya.

“Iya Bu, Nadia juga kangen sama Nenek,” kata Nadia dengan nada sedih.

“Sudahlah kalian tidak usah sedih, kita doakan sama-sama semoga Nenek selalu sehat, kalian harus selalu jaga kebersihan terutama selalu cuci tangan yang bersih sebelum dan sesudah melakukan kegiatan.” Ayah Nadia berusaha menguatkan Nadia.

“Nah sekarang kan sudah malam, ayo kita semua tidur besok pagi kita telpon Nenek menanyakan keadaannya,” ajak Ibu Nadia kepada anak-anaknya.

            Malam pun berlalu, Ibu Nadia masih belum bisa tidur karena masih kepikiran sang Ibu. Semua anggota keluarga sudah pulas tertidur. Malam sudah menjelang pagi. Ibu Nadia baru saja tertidur. Tiba-tiba suara bel panggilan HP berbunyi. Ayah Nadia terbangun dan mengangkatnya ternyata dari Om Anto adik dari Ibu Nadia yang tinggal bersama Nenek. Pekerjaan sehari-hari Om Anto sebagai supir taksi bandara.

“Halo, assalamualaikum ada apa Om?” tanya Ayah Nadia kaget

“Waalaikumsalam, anu Kak..ini Kak … keadaan Ibu. Semalam Ibu tiba-tiba badannya panas dan sekarang napasnya agak sesak,” jawab Om Anto sambil gemetar dan terbata-bata.

“Ya sudah kamu tenang, sekarang juga Ibu dibawa ke rumah sakit, nanti aku dan kakakmu akan segera menyusul,” jawab Ayah Nadia berusaha menenangkan.

“Ya sudah Kak, aku siap-siap bawa Ibu ke rumah sakit nanti ketemu di sana ya Kak, wassalamualaikum,” kata Om Anto menutup teleponnya.

“Waalaikumsalam,” jawab Ayah Nadia.

Mendengar Ayah Nadia mengucap salam, Ibu Nadia terbangun.

“Ada apa Yah, siapa pagi-pagi sudah telepon?” tanya Ibu Nadia.

“Om Anto Bu, dia bilang Nenek sakit semalam panas dan sesak napas,” jawab Ayah Nadia.

“Apa, Nenek sakit Yah lalu bagaimana sekarang?” tanya Ibu Nadia kaget.

“Tenang Bu… Ibu tenang dulu tadi Om Anto  akan membawanya ke rumah sakit. Kita doakan semoga Nenek tidak apa-apa. Sekarang kita sholat subuh dulu anak-anak dibangunkan, lalu kita siap-siap menyusul ke rumah sakit.

            Waktu menunjukkan jam enam pagi. Mereka sekeluarga sudah sampai di rumah sakit. Om Anto yang sendirian tampak mondar-mandir di dekat ruang ICU tempat Nenek di rawat. Mereka pun berlarian untuk menghampirinya.

“Bagaimana keadaan Ibu Om?” tanya Ibu Nadia dengan mengusap air mata yang mulai menetes di pipi.

“Tenang dulu Mbak, Ibu sedang ditangani dokter. Kita doakan sama-sama ya Mbak, semoga Ibu baik-baik saja,” kata Om Anto dengan merangkul kakaknya berusaha menenangkan. 

"Ibu di ruang ICU belum sadarkan diri Kak, sekarang sedang ditangani dokter. Kita semua tidak boleh masuk ruangan," jelas Om Anto kepada Kakaknya.

            Waktu semakin sore, mereka pun masih setia  menunggu Nenek sadar. Ibu Nadia semakin cemas dan  merasa bersalah karena selama ini jarang menengok Ibunya. Di tengah kepanikan mereka, tiba-tiba dokter yang menangani Nenek Nadia keluar dari ruang ICU, menanyakan anggota keluarganya untuk menemui dokter ke ruangannya.  Akhirnya Ibu Nadia dan Om Anto masuk menemui dokter ke ruangannya. Betapa terkejutnya Ibu Nadia ketika Dokter menjelaskan kalau neneknya terindikasi covid-19. Menangislah Ibu Nadia seketika itu.

            Belum lama Dokter berbincang-bincang dengan Ibu Nadia, tiba-tiba seorang perawat masuk ruangan dokter memberitahu kalau ada pasien yang kondisinya ngedrop, yang tak lain adalah Nenek Nadia.  Dokter langsung bergegas menuju ruang dimana Nenek Nadia dirawat. Dengan langkah lunglai Ibu Nadia dipapah Om Anto keluar ruangan. Melihat seperti itu Ayah Nadia yang sedang menjaga anak-anaknya tidak bisa berkata apa-apa. “Sabar Bu, kita doakan semoga Nenek segera tertolong,” ucap Ayah Nadia sambil mendekati Ibu Nadia dengan lembut.

"Ibu…bagaimana Nenek Bu…Nenek baik-baik saja kan?" tangis Nadia melihat Ibunya menangis. Nadia  memeluk Ibunya erat-erat dengan tangisan yang semakin keras. “Nenek sedang diobati dokter, kita doakan bersama ya, biar Nenek cepat sembuh!” kata Ibu Nadia berusaha menenangkan putrinya.

            Ketika mereka sedang berusaha untuk saling menenangkan, tiba-tiba Dokter keluar dari ruangan ICU dan  mengatakan kalau Nenek mereka tidak bisa tertolong lagi dan harus dimakamkan dengan cara protokol kesehatan. Anggota keluarga tidak diperbolehkan ikut merawat jenasah. Semua harus ditangani pihak rumah sakit. Mereka semua terkejut mendengar berita itu dan suara tangis pun meledak  tak bisa terbendung lagi.  “Nenek…Nadia kangen sama Nenek, jangan tinggalkan Nadia Nek!” Nadia yang sudah lama tak bertemu Neneknya, menangis histeris meronta-ronta memaksa ingin bertemu sang nenek. “Maafkan Ibu Nadia, Ibu yang salah, selama ini Ibu tak menghiraukan kalian untuk ke rumah Nenek” bujuk Ibu Nadia dengan rasa menyesal sambil mendekapnya erat-erat.

 “Sekarang kita doakan sama-sama agar Nenek tenang di sana,” ajak Ayah Nadia berusaha menenangkan mereka semua. Akhirnya rasa rindu mereka pun tak berujung. Semua hanya bisa pasrah dan ikhlas menerima kepergian sang Nenek yang sangat dicintai serta berdoa semoga Nenek meninggal dengan husnul khotimah.

 BIOGRAFI PENULIS

Ngadiyem, lahir di Purworejo 16 februari 1969. Menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri   Wironatan II, Wironatan, Butuh, Purworejo.

Pendidikan Menengah Pertama ditempuhnya di SMPN Butuh, Butuh, Purworejo. Sekolah Pendidikan  Guru di SPGN Purworejo. Menyelesaikan Diploma II PGSD di Universitas Terbuka tahun 2009. Menempuh Pendidikan Strata I PGSD di Universitas Terbuka tahun 2011.

Berprofesi sebagai guru. Pernah mengajar di TK ABA Purwodadi, SDN Blendung, SDN Tlogorejo, dan di SDN Purwodadi Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah sampai sekarang. Sejak tahun 2019 bergabung dalam Komunitas Guru SD Menulis.

 Buku yang pernah ditulis :

1.      1. Event nulis bareng buku kumpulan puisi Pancarona Puisi Anak. Tahun 2019

2.      2. Menulis bareng kumpulan cerpen untuk anak Sekolah Dasar  Tahun 2019.

3.      3. Menulis buku cerpen anak yang berjudul”Ibu Jangan Menangis”, Tahun 2019

4.      4. Menulis bareng kumpulan puisi dan cerpen di Masa Pandemi, Tahun 2020

5.      5. Menulis buku kumpulan puisi berjudul “Tahajud” Tahun 2020

6.     6.  Menulis buku Pelajaran berjudul “Ayo Berlatih Membaca dan Menulis”Tahun 2020



 

 

 

 

 

 

 

 

Posting Komentar

2 Komentar