Terlihat seorang ibu muda sedang sibuk memilih baju di kamarnya. Sebuah tas kecil dan sepasang sepatu berwarna abu-abu tampak sudah disiapkan, tergeletak di atas sofa.
Terdengar langkah kecil dari luar kamar sambil berteriak, “Ibu, ini Nenek telpon Bu!" Gadis kecil bernama Nadia berlarian sambil membawa HP. “Angkat saja Nak, Ibu sedang beres-beres!” sahut Ibu Nadia dari dalam kamar tanpa beranjak keluar.
"Assalamualaikum Nek, Nenek apa kabar?” tanya Nadia menerima telpon dari Neneknya.
“Huk huk huk. Waalaikum salam. Nenek baik-baik saja cucuku” jawab Nenek dengan
suara terbata dan terbatuk.
“Nenek sakit ya?” tanya Nadia lagi
ketika mendengar neneknya terbatuk-batuk.
“Tidak cucuku, Nenek tidak apa-apa, hanya
sedikit batuk. Kamu apa kabar Nadia?” tanya Nenek kembali.
“Nadia baik-baik saja Nek, Nadia kangen
sama Nenek,” jawab Nadia lembut.
“Syukurlah kalau begitu, Nenek juga
kangen. Kapan kalian ke rumah Nenek? Dan mana Ibumu, Nadia? Nenek mau bicara! ”
“Iya Nek, sebentar Ibu di kamar lagi beres-beres, katanya mau pergi
reuni bersama Ayah, Nek.” Nadia menjawab dengan nada kecewa.
Tak lama kemudian tampak
Ibu Nadia keluar dari dalam kamarnya sambil menjinjing tas kecil dan sudah
berdandan rapi. Ibu Nadia mendekati Nadia yang sedang menerima telpon dari neneknya.
“Ini Bu, Nenek mau bicara!” kata Nadia
sambil memberikan HP ke Ibunya.
“Assalamualaikum Ibu, ada apa Bu, Ibu baik-baik
saja kan?” tanya Ibu Nadia kepada Nenek.
“Kapan kalian kesini, Ibu kangen Nak?” tanya
Nenek dengan suara parau.
"Iya Bu, kapan-kapan ya Bu, ini Rani masih banyak kegiatan. Minggu depan ada acara undangan hajatan di rumah teman. Hari ini ada acara reuni Mas Ardi," jawab Rani menjelaskan berbagai alasan tanpa menghiraukan perasaan Ibunya.
“Maafkan Rani ya Bu, Rani belum sempat menengok
Ibu, dan Mas Ardi masih sibuk mengurus
tokonya, sekarang sedang banyak pesanan Bu,” jelas Rani yang tak henti-hentinya
memberi alasan.
“Sudah
siap belum, Bu? Keburu siang nih,” tanya Ayah Nadia yang sudah menyalakan mobilnya di halaman
rumahnya.
“Iya sebentar Yah, ini lagi telpon Nenek,”
sahut Ibu Nadia dari dalam rumah.
“Bu sudah dulu ya Bu, nanti Rani telpon
lagi itu Mas Ardi sudah siap berangkat,” kata Ibu Nadia sambil bersiap-siap
keluar rumah.
“Iya sudah anakku, hati-hati di jalan
jangan lupa berdoa semoga selamat sampai tujuan.” Nenek menjawab dengan nada sedikit kecewa.
“Iya Bu, terima kasih doanya ya Bu,
wassalamualaikum.” Ibu Nadia menutup pembicaraannya sambil bergegas keluar.
“Nadia, Ibu pergi dulu ya Nak, hati-hati
di rumah bersama Kakak dan Bibi ya!” kata Ibu Nadia dengan suara agak keras karena
Nadia sedang asyik bersama kakaknya di kamar.
“ Iya Bu,” sahut Nadia kembali tanpa
menghiraukan kepergian kedua orang tuanya. Karena mereka sudah terbiasa
ditinggal dengan urusan bisnis. Kedua anaknya ditemani seorang pembantu. Untuk
urusan anak-anak semua diserahkan pembantu, termasuk tugas sekolah
dipanggilkan guru les.
Hari
berganti hari. Minggu berganti minggu, sampai akhirnya bulan pun berganti. Mereka sibuk dengan bisnisnya. Tak
menghiraukan lagi dengan janjinya untuk mengunjungi sang Nenek. Di suatu sore Ayah dan Ibu Nadia sedang bersantai
menonton televisi sambil ditemani anak-anak mereka.
“Yah, lihat itu berita di tivi banyak
orang sudah terkena corona!” celetuk Nadia ketika melihat siaran televisi
tentang wabah corona yang sudah mulai merebah kemana-mana. “Yah, itu lihat!”
kata Nadia kembali yang tampaknya belum di dengar kedua orang tuanya karena sedang
sibuk dengan ponselnya masing-masing.
“Benar Nadia, itu di kota-kota besar,”
jawab Ayahnya dengan santainya.
“Virus corona sangat berbahaya Yah, kata berita di televisi virusnya gampang menular,” kata
Nadia dengan cemas.
“Jangan khawatir Dik, kata Bu Guru kita
harus selalu hidup bersih, sering cuci tangan, olahraga dan makan makanan yang
bergizi, supaya terhindar dari virus corona.” Kakak Nadia ikut menjelaskan
dan berusaha menenangkan adiknya.
“Benar kata Kakakmu Nadia, dan yang
gampang tertular virus corona biasanya orang tua atau orang yang sudah sakit.
Maka dari itu kalian harus makan secara
teratur supaya sehat tidak gampang tertular penyakit," ucap ayahnya menasehati
mereka.
“Dan kamu Kak, kalau habis bermain harus
rajin cuci tangan dan cuci kaki dengan sabun,” kata Ibunya menyambung pembicaran
mereka.
“O iya aku jadi kepikiran Nenek deh Bu,
kapan kita ke rumah nenek?” tanya Nadia.
“O iya ya, Ibu jadi lupa, kan Ibu juga
sudah janji mau kesana,” jawab Ibu Nadia.
“Minggu depan kita ke rumah Nenek ya Yah,
mumpung toko lagi agak sepi,” ajak Ibu Nadia.
Semenjak wabah corona mulai merebah di
kota-kota besar, toko-toko mulai agak sepi.
“Boleh sekalian kita jalan-jalan, kan
hampir dua bulan kita tidak ke rumah Nenek,” jawab Ayahnya.
“Horeee…kita akan ke rumah Nenek!" Nadia jingkrak-jingkrak kegirangan.
“Nah sekarang kalian tidur, hari sudah
malam. Besok kalian sekolah jangan
sampai kesiangan bangunnya!” perintah Ibu
Nadia kepada anak-anaknya.
“Baik Bu," jawab mereka serempak. Mereka
berdua beranjak dari duduknya dan bergegas menuju ke dalam kamar masing-masing.
“Jangan lupa, sebelum tidur kalian gosok gigi, cuci tangan dan kaki yang bersih!” kata Ibu Nadia.
“Baik Bu,” jawab keduanya serempak.
Ayah
dan Ibu Nadia masih duduk-duduk bersantai di serambi depan sambil menikmati kopi.
Sesekali sambil menonton televisi dengan ponsel
yang tak terlepas juga dari tangannya.
“Astagfirullah, corona sudah merebah ke
berbagai daerah Yah, beberapa rumah sakit sudah banyak pasien yang diduga
terjangkit corona!” kata Ibu Nadia terkejut saat melihat berita di televisi. Beberapa
dokter dan perawat banyak yang tertular virus ini karena kekurangan alat
pelindung diri. Kasihan sekali mereka, Yah,” kata Ibu Nadia kembali menjelaskan
berita di televisi.
“Iya ini saya dapat WA juga dari grup
sekolah anak kita, mulai besok anak-anak belajar di rumah untuk menghindari
meluasnya virus corona,” kata Ayah Nadia setelah membaca WA dari grup sekolah
anaknya.
“Terus bagaimana cara belajarnya, Yah?”
tanya Ibu Nadia kembali
“Kata Kepala Sekolah, nanti akan ada tugas
dari guru kelas masing-masing,” jelas Ayah Nadia.
“Kita
dihimbau untuk bekerja dari rumah, tidak boleh keluar rumah kecuali
dengan hal yang sangat penting,” jelas Ayah Nadia kembali.
“Kalau begitu mulai besok kita bagi tugas
ya Yah!” ajak Ibu Nadia.
“Bagi tugas bagaimana?” Ayah Nadia balik bertanya.
“Ayah
melayani toko melalui online saja, nanti kalau ada yang pesan kita suruh
Pak Maman mengantar barangnya, aku yang membimbing anak-anak belajar di rumah”
jelas Ibu Nadia.
“Ide yang cemerlang itu!” tukas Ayah Nadia memuji.
”Iya Yah, ini kesempatan yang baik untuk kita bisa lebih dekat dengan
anak-anak kita. Sekaligus kita bisa memantau perkembangan pendidikan buah hati
kita. Selama ini kita terlalu sibuk dengan urusan bisnis." Ibu Nadia berkata dengan penuh semangat.
“Jadi mulai sekarang Ibu tidak usah
mengurus toko dulu, tolong anak-anak dipantau belajarnya, sementara Bibi biar
istirahat di rumah!” kata Ayah.
“Iya Yah, aku juga merasa bersalah selama
ini kita sering mengabaikan anak-anak kita,” jawab Ibu Nadia dengan rasa
menyesal.
“Kenapa kamu tampak sedih dan gelisah Bu?”
tanya Ayah Nadia yang melihat istrinya tampak gelisah.
“E… nggak Yah, aku jadi kepikiran Nenek. Kita kan sudah janji dengan anak-anak untuk
menengok Nenek. Lalu bagaimana ini Yah, tiba-tiba perasaanku tidak enak, Yah”
jelas Ibu Nadia sambil mondar-mandir beranjak dari duduknya.
“Aku cemas Yah, aku merasa bersalah sudah
lama tidak menengoknya,” ucap Ibu Nadia sedih.
“Ya sudah besok kita telpon Nenek, ini kan
sudah malam sebaiknya Ibu istirahat dulu.” Ayah Nadia berusaha
menenangkan istrinya.
Srek
srek srek …terdengar langkah-langkah kecil dari dalam kamar berlarian menuju
pembicaraan Ayah dan Ibu Nadia.
“E…kalian belum tidur?” tanya Ibu Nadia
melihat anak-anak datang berlarian memeluk ibunya.
“Belum Bu, tadi kami mendengar percakapan
Ibu dengan Ayah sepertinya serius sekali, ada apa Yah?” tanya Kakak Nadia
kepada Ayahnya.
“Ibu…ada apa Bu, kok Ibu tampak sedih?” Nadia kembali bertanya melihat Ibunya tampak sedih.
“Iya Yah, ada apa dengan Ibu Yah?” timpal
Kakak Nadia ikut bertanya lagi.
“Tidak apa-apa Nak, ini tadi Ayah dapat
kabar mulai besok anak-anak belajar di rumah sampai kira-kira kondisi sudah
aman. Kita semua dianjurkan untuk melakukan kegiatan di rumah saja, sementara
untuk kegiatan di luar rumah ditunda, termasuk rencana kita untuk berkunjung ke
rumah Nenek. Kecuali hal-hal yang sangat penting atau kebutuhan yang mendadak,” jelas
Ayah Nadia
“Memangnya ada apa, Yah?” tanya Nadia
kembali.
“Pemerintah sedang melakukan tanggap
darurat. Virus corona sudah mewabah kemana-mana, supaya kita tidak tertular
kita tidak boleh melakukan kegiatan di luar rumah, termasuk kegiatan di sekolah
semua anak-anak belajar di rumah. Tapi bukan libur ya…nanti akan ada tugas dari
guru kelas kalian masing-masing,” jelas Ayah Nadia kembali.
“Iya anakku, nanti Ibu yang akan membantu
kalian belajar,” kata Ibu Nadia menghilangkan kesedihannya.
“Asyik…mulai besok kita akan belajar sama
Ibu!” teriak Nadia kegirangan.
“Tapi kenapa Ibu sedih?” tanya Nadia
kembali.
“Ibu hanya kangen sama Nenek, kita kan
sudah janji mau ke rumah Nenek, sementara kita tidak boleh bepergian dulu demi
keselamatan kita semua agar terhindar dari virus yang sangat berbahaya” jawab
Ibu Nadia sambil terbata-bata tak kuasa menahan kesedihannya.
“Iya Bu, Nadia juga kangen sama Nenek,”
kata Nadia dengan nada sedih.
“Sudahlah kalian tidak usah sedih, kita
doakan sama-sama semoga Nenek selalu sehat, kalian harus selalu jaga kebersihan
terutama selalu cuci tangan yang bersih sebelum dan sesudah melakukan kegiatan.” Ayah Nadia berusaha menguatkan Nadia.
“Nah sekarang kan sudah malam, ayo kita
semua tidur besok pagi kita telpon Nenek menanyakan keadaannya,” ajak Ibu Nadia
kepada anak-anaknya.
Malam pun berlalu, Ibu Nadia masih belum bisa tidur karena masih kepikiran sang Ibu. Semua anggota keluarga sudah pulas tertidur. Malam sudah menjelang pagi. Ibu Nadia baru saja tertidur. Tiba-tiba suara bel panggilan HP berbunyi. Ayah Nadia terbangun dan mengangkatnya ternyata dari Om Anto adik dari Ibu Nadia yang tinggal bersama Nenek. Pekerjaan sehari-hari Om Anto sebagai supir taksi bandara.
“Halo, assalamualaikum ada apa Om?” tanya Ayah
Nadia kaget
“Waalaikumsalam, anu Kak..ini Kak …
keadaan Ibu. Semalam Ibu tiba-tiba badannya panas dan sekarang napasnya agak
sesak,” jawab Om Anto sambil gemetar dan terbata-bata.
“Ya sudah kamu tenang, sekarang juga Ibu
dibawa ke rumah sakit, nanti aku dan kakakmu akan segera menyusul,” jawab Ayah
Nadia berusaha menenangkan.
“Ya sudah Kak, aku siap-siap bawa Ibu ke
rumah sakit nanti ketemu di sana ya Kak, wassalamualaikum,” kata Om Anto menutup
teleponnya.
“Waalaikumsalam,” jawab Ayah Nadia.
Mendengar Ayah Nadia mengucap salam, Ibu
Nadia terbangun.
“Ada apa Yah, siapa pagi-pagi sudah
telepon?” tanya Ibu Nadia.
“Om Anto Bu, dia bilang Nenek sakit semalam
panas dan sesak napas,” jawab Ayah Nadia.
“Apa, Nenek sakit Yah lalu bagaimana
sekarang?” tanya Ibu Nadia kaget.
“Tenang Bu… Ibu tenang dulu tadi Om Anto akan membawanya ke rumah sakit. Kita doakan
semoga Nenek tidak apa-apa. Sekarang kita sholat subuh dulu anak-anak
dibangunkan, lalu kita siap-siap menyusul ke rumah sakit.
Waktu
menunjukkan jam enam pagi. Mereka sekeluarga sudah sampai di rumah sakit. Om
Anto yang sendirian tampak mondar-mandir di dekat ruang ICU tempat Nenek di
rawat. Mereka pun berlarian untuk menghampirinya.
“Bagaimana keadaan Ibu Om?” tanya Ibu
Nadia dengan mengusap air mata yang mulai menetes di pipi.
“Tenang dulu Mbak, Ibu sedang ditangani dokter. Kita doakan sama-sama ya Mbak, semoga Ibu baik-baik saja,” kata Om Anto dengan merangkul kakaknya berusaha menenangkan.
"Ibu di ruang ICU belum sadarkan
diri Kak, sekarang sedang ditangani dokter. Kita semua tidak boleh masuk
ruangan," jelas Om Anto kepada Kakaknya.
Waktu
semakin sore, mereka pun masih setia
menunggu Nenek sadar. Ibu Nadia semakin cemas dan merasa bersalah karena selama ini jarang
menengok Ibunya. Di tengah kepanikan mereka, tiba-tiba dokter yang menangani Nenek
Nadia keluar dari ruang ICU, menanyakan anggota keluarganya untuk menemui
dokter ke ruangannya. Akhirnya Ibu Nadia
dan Om Anto masuk menemui dokter ke ruangannya. Betapa terkejutnya Ibu Nadia
ketika Dokter menjelaskan kalau neneknya terindikasi covid-19. Menangislah Ibu
Nadia seketika itu.
Belum
lama Dokter berbincang-bincang dengan Ibu Nadia, tiba-tiba seorang perawat
masuk ruangan dokter memberitahu kalau ada pasien yang kondisinya ngedrop, yang
tak lain adalah Nenek Nadia. Dokter
langsung bergegas menuju ruang dimana Nenek Nadia dirawat. Dengan langkah
lunglai Ibu Nadia dipapah Om Anto keluar ruangan. Melihat seperti itu Ayah
Nadia yang sedang menjaga anak-anaknya tidak bisa berkata apa-apa. “Sabar Bu,
kita doakan semoga Nenek segera tertolong,” ucap Ayah Nadia sambil mendekati Ibu
Nadia dengan lembut.
"Ibu…bagaimana Nenek Bu…Nenek baik-baik
saja kan?" tangis Nadia melihat Ibunya menangis. Nadia memeluk Ibunya erat-erat dengan tangisan yang
semakin keras. “Nenek sedang diobati dokter, kita doakan bersama ya, biar Nenek
cepat sembuh!” kata Ibu Nadia berusaha menenangkan putrinya.
Ketika
mereka sedang berusaha untuk saling menenangkan, tiba-tiba Dokter keluar dari ruangan
ICU dan mengatakan kalau Nenek mereka
tidak bisa tertolong lagi dan harus dimakamkan dengan cara protokol kesehatan.
Anggota keluarga tidak diperbolehkan ikut merawat jenasah. Semua harus
ditangani pihak rumah sakit. Mereka semua terkejut mendengar berita itu dan
suara tangis pun meledak tak bisa
terbendung lagi. “Nenek…Nadia kangen
sama Nenek, jangan tinggalkan Nadia Nek!” Nadia yang sudah lama tak bertemu
Neneknya, menangis histeris meronta-ronta memaksa ingin bertemu sang nenek. “Maafkan
Ibu Nadia, Ibu yang salah, selama ini Ibu tak menghiraukan kalian untuk ke
rumah Nenek” bujuk Ibu Nadia dengan rasa menyesal sambil mendekapnya erat-erat.
“Sekarang kita doakan sama-sama agar Nenek
tenang di sana,” ajak Ayah Nadia berusaha menenangkan mereka semua. Akhirnya rasa
rindu mereka pun tak berujung. Semua hanya bisa pasrah dan ikhlas menerima
kepergian sang Nenek yang sangat dicintai serta berdoa semoga Nenek meninggal
dengan husnul khotimah.
Ngadiyem, lahir di
Purworejo 16 februari 1969. Menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Wironatan II, Wironatan, Butuh, Purworejo.
Pendidikan
Menengah Pertama ditempuhnya di SMPN Butuh, Butuh, Purworejo. Sekolah Pendidikan Guru di SPGN Purworejo. Menyelesaikan Diploma
II PGSD di Universitas Terbuka tahun 2009. Menempuh Pendidikan Strata I PGSD di
Universitas Terbuka tahun 2011.
Berprofesi sebagai
guru. Pernah mengajar di TK ABA Purwodadi, SDN Blendung, SDN Tlogorejo, dan di SDN Purwodadi Kabupaten
Purworejo, Jawa Tengah sampai sekarang. Sejak tahun 2019 bergabung dalam
Komunitas Guru SD Menulis.
Buku yang pernah ditulis :
1. 1. Event nulis bareng buku kumpulan puisi Pancarona Puisi Anak.
Tahun 2019
2. 2. Menulis bareng kumpulan cerpen untuk anak Sekolah Dasar Tahun 2019.
3. 3. Menulis buku
cerpen anak yang berjudul”Ibu Jangan Menangis”, Tahun 2019
4. 4. Menulis bareng kumpulan puisi dan cerpen di Masa Pandemi, Tahun
2020
5. 5. Menulis buku kumpulan puisi berjudul “Tahajud” Tahun 2020
6. 6. Menulis buku Pelajaran berjudul “Ayo
Berlatih Membaca dan Menulis”Tahun 2020
2 Komentar
Keren sekalii😍😍
BalasHapusSemangat menulis buguru,,, lanjutkan berkarya...
BalasHapus